Posts Tagged ‘teori’

PUBLIC RELATIONS

Posted: April 25, 2008 in Theory
Tags: , , , , , ,

PUBLIC RELATIONS

PR sebagai Fungsi Manajemen

Adapun definisi yang ada adalah sebagai berikut:

1. Cutlip and Center mendefinisikan Public Relations sebagai fungsi manajemen yaitu mengidentifikasi, memantapkan serta membina hubungan yang saling menguntungkan antara organisasi dengan publiknya baik dalam keadaan sukses maupun gagal.

2. Grunig mengembangkan definisi tersebut menjadi manajemen komunikasi antara organisasi dan publiknya.

3. Lawrence W.Long dan Vincent Hazelton mengembangkan sebuah definisi baru yang lebih modern dan memadai bahwa Public Relations adalah fungsi komunikasi melalui adaptasi organisasi, mengubah atau membina hubungan dengan lingkungan dengan tujuan bersama-sama mencapai tujuan dari organisasi. Pendekatan ini menggambarkan bahwa Public Relations adalah lebih dari sekedar mempersuasi melainkan juga membantu mengembangkan kondisi komunikasi terbuka, saling pengertian/saling memahami dengan didasari ide bahwa organisasi juga mau berubah (dalam proses berperilaku dan bersikap) tidak hanya sebagi sasaran khalayak saja. Dapat dikatakan bahwa perusahaan dimungkinkan mengubah kebijakan sebagai hasil tindak lanjut dari dialog dengan lingkungannya.

Definisi tersebut hanyalah sebagian kecil dari definisi yang ada tentang PR. Mengacu pada definisi-definisi di atas, memaknai terminologi “fungsi manajemen” yang ada pada Public Relations, memiliki arti yang lebih dalam. Arti tersebut memuat jawaban atas pernyataan, untuk apa fungsi manajemen atau manajemen komunikasi yang dilakukan oleh Public Relations. Jawaban ini jelas bahwa Public relations berperan sebagai Pengelola Reputasi Organisasi. bukan hanya melulu memliki aktifitas berhubungan Pemasar/Penjual.

PUBLIC RELATION OFFICER

PRO atau dapat dikatakan Public Relations Officer yang menggeluti bidang public relations pun cukup menarik, karena perlu kegigihan untuk membangun citra yang baik, agar timbul kesan dan saling pengertian antara kedua belah pihak.

Kegiatan melobi dengan menunjukkan kebijaksanaan dan prosedur dari individu atau organisasi, atas dasar kepentingan publik pun tidak mudah. Namun diperlukan kesabaran tentunya. Begitu pula dengan bidang-bidang komunikasi lainnya.

Public Relations, maupun bidang yang lain pada dasarnya mengacu pada ilmu komunikasi, karena masing-masing memerlukan komunikasi yang efektif. Agar informasi yang disampaikan efektif, diperlukan keahlian (skill) dalam berkomunikasi.

Karena itu, kita harus dapat mengolahnya menjadi sesuatu yang dapat dimengerti oleh orang lain. Bila kita sudah memahami tentang makna ilmu komunikasi secara rinci, komunikasi yang efektif pun tercipta. Dari komunikasi itu, seseorang akan merasakan adanya rasa kepuasan akan keberhasilannya.

Dari keberhasilannya, kita dapat mengambil contoh Orator ulung Ir. Soekarno (Mantan Presiden Pertama Republik Indonesia) melalui komunikasinya yang sangat baik, beliau mampu menguasai dan memengaruhi orang banyak dengan pidato-pidato yang sangat khas. Mendengarkan beliau berpidato, terlihat orang-orang sangat antusias dan tertarik serta larut terbawa emosi yang dibawakan secara simpatik kepada audiensnya.

Bermula dengan guyonannya yang dapat menarik simpati orang banyak, tidak tanggung-tanggung golongan terpelajar pun mampu beliau kuasai. Dilanjutkan pesan yang berupa isi dari pidato yang hendak beliau sampaikan, yang akhirnya kepuasanlah yang beliau rasakan tatkala informasi yang hendak beliau sampaikan telah sampai kepada khalayak. Pesan dalam artian memberikan Informasi dan Mempersuasikan seseorang ataupun kelompok.

Karena itu, ilmu komuniksi sangatlah menarik karena melalui keterampilan berkomunikasi dengan baik dan benar, seseorang akan sukses.

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI

  1. Pengertian Komunikasi

Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Komunikasi merupakan medium penting bagi pembentukan atau pengembangan pribadi untuk kontak sosial. Melalui komunikasi seseorang tumbuh dan belajar, menemukan pribadi kita dan orang lain, kita bergaul, bersahabat, bermusuhan, mencintai atau mengasihi orang lain, membenci orang lain dan sebagainya.

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris Communication berasal dari bahasa Latin Communicatio, dan bersumber dari kata Communis yang berarti sama atau sama makna.

Secara sederhana komunikasi dapat dirumuskan sebagai proses pengoperan isi pesan berupa lambang-Iambang dari komunikator kepada komunikan. Pengertian komunikasi menurut Dale Yoder, dkk dalam Surakhmat (2006:17), Communication is the interchange of information, ideas, attitudes, thoughts, and/or opinions. Komunikasi adalah pertukaran informasi, ide, sikap, pikiran dan/atau pendapat.

Berangkat dari definisi tersebut di atas, komunikasi berarti sama-sama membagi ide-ide. Apabila seseorang berbicara dan temannya tidak mendengarkan dia, maka di sini tidak ada pembagian dan tidak ada komunikasi. Apabila orang pertarna menulis dalam bahasa Inggris dan orang kedua tidak dapat membaca bahasa Inggris, maka tidak ada pembagian dan tidak ada komunikasi.

Pada dasarnya komunikasi tidak hanya berupa memberitahukan dan mendengarkan saja. Komunikasi harus mengandung pembagian ide, pikiran, fakta atau pendapat

Ahli-ahli ilmu Jiwa juga menaruh perhatian terhadap komunikasi, Mereka menekankan masalah-masalah kemanusiaan yang terjadi dalam proses komunikasi tentang memprakarsai, menyampaikan, dan menerima informasi. Mereka juga memusatkan perhatian pada pengenalan rintangan-rintangan yang terhadap komunikasi yang baik, khususnya rintangan-rintangan yang bersangkutan dengan hubungan antar perseorangan dari orang-orang.

Adapun komunikasi terdiri dari enam jenis sebagaimana berikut ini:

A. Komunikasi intrapersonal, yaitu komunikasi dengan diri sendiri, baik disadari maupun tidak

B. Komunikasi antarpribadi (interpersonal), yaitu komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal. Bentuk khusus dari komunikasi antar pribadi adalah komunikasi diadik yang melibatkan hanya dua orang saja.

C. Komunikasi Kelompck, yaitu sekumoulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sa:m:l lain l’ntuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya dan memandang mereka bagian dari kelompok tersebut.

D. Komunikasi Publik, yaitu komunikasi antara seorang pembicara dengan sejumlah besar orang (khalayak) yang tidak dikenal satu persatu.

E. Komunikasi Organisasi, komunikasi yang terjadi dalam suatu organisasi, yang bersifat informal dan berlangsung dalam jaringan yang lebih besar dari pada komunikasi kelompok.

F. Komunikasi Massa, yaitu yang menggunakan media massa, baik cetak atau e!ektronik, yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar dibanyak tempat, anonim dan heterogen.

Jenis komunikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah komunikasi antarpribadi.

2. Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi merupakan medium penting bagi pembentukan atau pengembangan pribadi dan untuk kontak sosial. Melalui komunikasi kita tumbuh dan belajar, kita menemukan pribadi kita dan orang lain, kita bergaul, bersahabat, menemukan kasih sayang, bermusuhan, membenci orang lain, dan sebagainya.

Komunikasi tidak lain merupakan interaksi simbolik. Manusia dalam berkomunikasi lebih pada memanipulasi lambang-lambang dari berbagai benda. Semakin tinggi tingkat peradaban manusia semakin maju orientasi masyarakatnya terhadap lambang-lambang.

Liliweri (1997:13) dalam Tamsil (2005:8) menyebutkan beberapa ciri komunikasi antarpribadi, yaitu:

1. Arus pesan dua arah.

2. Konteks komunikasi adalah tatap muka.

3. Tingkat umpan balik yang tinggi.

4. Kemampuan untuk mengatasi tingkat selektivitas yang tinggi.

5. Kecepatan untuk menjangkau sasaran yang besar sangat lamban.

6. Efek yang terjadi antara lain perubahan sikap.

Perlu juga sebelum mendefinisikan komunikasi antarpribadi kita harus memahami perbedaan komunikasi antarpribadi dan komunikasi non antarpribadi.

Asumsi dasar komunikasi antarpribadi adalah bahwa setiap orang yang berkomunikasi akan membuat prediksi pada data psikologis tentang efek atau perilaku komunikasinya, yaitu bagaimana pihak yang menerima pesan memberikan reaksinya. Jika menurut persepsi komunikator reaksi komunikan menyenangkan maka ia akan merasa bahwa komunikasinya telah berhasil.

Setiap berkomunikasi dengan orang lain kita secara tidak langsung membuat prediksi tentang efek dan prilaku komunikasinya. Menurut Miller ada tiga tingkatan analisis yang digunakan dalam melakukan prediksi, yaitu: tingkat kultural, tingkat sosiologis, dan tingkat psikologis.

Analisis pada tingkat kultural. Untuk itu kita seharusnya menyamakan pemahaman dulu tentang konsep kultur atau budaya. Budaya adalah akal budi manusia, yang pada analisis ini individu tersebut berusaha menyamakan persepsi pada tataran karya akal budi manusia yang terikat dalam bahasa, kebiasaan, norma sosial yang berlaku dimasyarakat tersebut, serta hal-hal mengenai penggolongan kultur tertentu terhadap sifat-sifat yang mengikutinya berdasarkan stereotype. Contoh: disuatu sore penulis bertemu pak Ujo yang sedang lari-lari kecil. Ia menyapa saya dengan hangat saat saya duduk dipinggir lapangan bola Universitas Hasanuddin Makassar. “Ghak lari dhe? Bhiar sehat. Yuu!!”. Persepsi awal penulis terhadap pak Ujo adalah orang suku Jawa, berdasarkan gaya bahasa dan penekanan kata.

Analisis pada tingkat sosiologis. Pada analisis ini individu untuk itu tingkat analisis ini lebih kepada generalisasi rangsangan berdasarkan kerangka pengalaman dan kerangka intelektual yang dihubungkan antara karakteristik objek pengamatan kepada kelompok sosial tertentu. Maksudnya, pada tahapan ini individu melakukan prediksi berdasarkan generalisasi masyarakat secara umum terhadap karakteristik objek pengamatan. Kecirian yang diikuti pemberian label menjadi jawaban dari penilaian sementara individu tersebut. Contoh: saat pak Ujo selesai menyapa, saya pun tersenyum, sebelum membalas sapaan pak Ujo saya mengamati karakteristik pak Ujo: berkepala botak, berkacamata yang mempunyai rantai, serta berperut melebar. Maka saya mengambil kesimpulan bahwa pak Ujo adalah seorang dosen sekelas profesor. “iye pak, lagi tidak enak badan ki saya pak” dengan tubuh sedikit membukuk dan senyuman yang disulap sedemikian rupa agar terlihat tulus.

Analisis pada tingkat psikologis. Apabila prediksi/prakira yang dibuat komunikator terhadap reaksi komunikan sebagai akibat menerima suatu pesan didasarkan atas analisis pengalaman individual yang unik dari komunikan, maka dapat diaktakan komunikator melakukan prediksi pada tataran psikologis.

Tiap indifidu mempunyai watak dan kepribadian yang tak sama dengan orang lain, karena ini merupakan hasil tempaan dan terbentuk berdasarkan pengalaman dimasa lalu. Apabila dua individu yang melakukan komunikasi bisa saling mengerti dan memahami kepribadian dan watak masing-masing, baru dapat dikatakan bahwa satu sama lain dalam berkomunikasi melakukan prediksi atas data psikologis. Selain itu, pada tataran ini kedua individu yang melakukan interaksipun telah mengalami pembiasan norma yang berlaku diantara mereka. Yang tadinya pada tataran kultural dan sosiologis kedua individu tersebut masih berinteraksi dengan menggunakan norma konvensional yang berlaku dimasyarakat, tetapi pada tataran psikologis individu yang beriteraksi menggunakan norma relational yang hanya dipahami oleh mereka berdua berdasarkan pengalaman dari pola dan kesepakatan mereka berdua.

Atas dasar uraian diatas, maka dapat dibedakan antara komunikasi antarpribadi dengan komunikasi non antarpribadi. Apabila prediksi mengenai hasil komunikasi didasarkan pada analisis tingkat atau tataran psikologis, maka pihak-pihak yang berkomunikasi terlibat dalam komunikasi antarpribadi, begitu pula sebaliknya.

Dari beberapa uraian diatas berdasarkan ciri dan perbedaan komunikasi antarpribadi dan non-antarpribadi maka penulis berusaha mencirikan komunikasi antarpribadi sebagai berikut:

1. Prediksi pada tataran psikologis

2. Konteks komunikasi adalah tatap muka

3. Terjadi pada ruang lingkup indifidu yang sempit(sedikit orang)

4. Norma yang berlaku cenderung relational

5. Arus pesan dua arah

6. Komunikasi antarpribadi adalah verbal dan non-verbal.

7. komunikasi antarpribadi saling mempengaruhi dan mengubah

Dari uraian serta rangkuman ciri dari komunikasi antarpribadi, penulis mendefinisikan komunikasi antarpribadi sebagai sebuah interaksi tatap muka secara verbal dan non-verbal pada tataran psikologis antara individu yang satu dengan individu yang lain, yang memiliki norma relational berdasarkan kesepakatan individu-individu tersebut, dimana arus pesan terjadi dari dua arah secara aktif serta saling mempengaruhi dan mengubah satu sama lain.

Tatap muka, penulis memaknai pengertian yang diberikan Deddy Mulyana dalam bukunya penganta ilmu komunikasi sebagaimana tatap muka mempunyai sebuah efek lebih kepada indifidu yang melakuakan aktifitas kumunikasi. Serta lebih kepada penekanan analisa apa yang dikatakan dan bagaimana cara mengatakannya.

Verbal dan non verbal berangkat dari pemahaman bagaimana pesan itu dikemas, seperti komunikasi pada umumnya selalu mencakup dua unsur pokok; isi pesan dan bagaimana isi itu dikatakan, baik secara verbal(tersurat) maupun non verbal(tersirat).

Tataran psikologis yang dimaksud sepaham dengan penjabaran Miller dan Steinberg (1975) dalam Jurnal Komunikasi Antarpribadi Universitas Terbuka (hal 4), bahwa pada tataran psikologislah suatu komunikasi bisa dikatakan komunikasi antarpribadi.

Hubungan relational berangkat dari pendapat Milller dalam Rakhmat (2004:119):

Understanding the interpersonal communication process demands an understanding of the symbitic relationship between communication and relational development: comunication influences relational development , and in turn(simoultaneously), relational development influences the nature communication between parties to the relationship.

(memahami proses komunikasi interpersonal(antarpribadi) menuntut pemahaman hubungan simbiotis antara komunikasi dengan perkembangan relational: komunikasi mempengaruhi perkembangan relational, dan pada gilirannya(secara serentak), perkembangan relational mempengaruhi sifat komunikasi antar pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan tersebut).

Setelah kita memahami pengertian komunikasi antarpribadi, dalam perjalanannya antara komunikasi antarpribadi kepada sebuah konsep diri sebaiknya kita memberikan sedikit pemarapan tentang ciri komunikasi antarpribadi yang efektif menurut de Vito dalam Tamsil (2005:30) :

1. Keterbukaan (Opennes)

Sikap keterbukaan paling tidak menunjuk pada dua aspek dalam komunikasi antarpribadi. Pertama, kita harus terbuka pada orang lain yang berinteraksi dengan kita, yang penting adalah adanya kemauan untuk membuka diri pada masalah-masalah yang umum, agar orang lain mampu mengetahui pendapat, gagasan, atau pikiran kita sehingga komunikasi akan mudah dilakukan.

Kedua, dari keterbukaan menunjuk pada kemauan kita untuk memberikan tanggapan terhadap orang lain secara jujur dan terus terang terhadap segala sesuatu yang dikatakannya.

2. Positif (Positiveness)

Memiliki perilaku positif yakni berpikir positif terhadap diri sendiri dan orang lain.

3. Kesamaan (Equality)

Keefektifan komunikasi antarpribadi juga ditentukan oleh kesamaan-kesamaan yang dimiliki pelakunya. Seperti nilai, sikap, watak, perilaku, kebiasaan, pengalaman, dan sebagainya.

4. Empati (Empathy)

Empati adalah kemampuan seseorang untuk menempatkan dirinya pada posisi atau peranan orang lain. dalam arti bahwa seseorang secara emosional maupun intelektual mampu memahami apa yang dirasakan dan dialami orang lain.

5. Dukungan (Supportiveness)

Komunikasi antarpribadi akan efektif bila dalam diri seseorang ada perilaku supportif. Maksudnya satu dengan yang lainnya saling memberikan dukungan terhadap pesan yang disampaikan.

LOVE’S THEORY

Posted: April 14, 2008 in Theory
Tags: , , ,
KESAN PERTAMA JEMBATAN CINTA

Oleh Ilham De Vozquea (Kawan Laba)

“Romeoooooooo!!!” teriak Juliet dengan kesedihan tanpa batas, tatkala kekasih yang amat dicintai telah terbaring disisinya tak bernyawa. Bunuh diri karena cinta. Mengenaskan. Tetapi itulah cinta.

Kisah Romeo dan Juliet adalah salah satu lembaran kehidupan yang bertemakan cinta. Masih banyak lagi cerita-cerita yang akrab ditelinga kita tentang kisah percintaan dalam sebuah drama kehidupan.

The Immortal Prophet of Lebanon, Khalil Gibran, menderita hingga akhir hayatnya karena cintanya kepada sang kekasih, Selman Al-Karimi direnggut seorang penguasa. Hingga lahirlah sebuah karya buah tangannya, Sayap Sayap Patah. Yang sudah diterjemahkan oleh beberapa bahasa. Bahkan sampai sekarang masih masuk dalam 20 besar buku-buku best seller. Karena apa? Karena cinta.

Dongeng Ramayana, yang berkisah tentang peperangan Rama dan Rahwana yang memeperebutkan Dewi Sinta. Dan di Indonesia sendiripun kisah-kisah bertemakan cinta tak kalah menariknya, kisah cinta Samsul Bahri dan Siti Nurbaya, kisah cinta Rojali Dan Juleha, kisah cinta Derlin dan Wiwi, dan masih banyak lagi.

Memeang cinta membuat kisah kehidupan lebih berwarna. Tapi pabila saatnya tiba kitapun akan terjerat didalamnya. Karena kita takdapat menolaknya. Maka penulis mengajak pembaca memahami Cinta seperti adanya cinta.

“Cinta adalah keindahan sejati yang terletak pada keserasian spiritual. Cinta adalah satu-satunya kebebasan di dunia karena ia begitu tinggi mengangkat jiwa, dimana hokum-hukum kemanusian dan kenyataan alam tak mampu menemukan jejaknya” (Khalil Gibran).

“Cinta itu meliputi pancaran ilham, luapan hati, cinta itu tak dapat diber batasan dan tak dapat didefenisikan bahkan tak dapat dijelaskan hakekat dan rahasisanya. Karena cinta dapat dirasakan tapi tak dapat disifati, dapat imengerti tapi tak dapat didefinisikan.” (Abu Al-Ghifari ;17)

“jika seorang lelaki membedakan orang lain, itulah cinta. Dan jika seorang wanita tak mempengaruhi seorang lelaki seperti seorang wanita mempengaruhinya, itulah cinta. Jika seorang lelaki membedakan wanita bukan karena paling cantik, cerdas, tepat, dan bukan lebih utama untuk dicintai, tapi karena keindahan dan kekurangannya, itulah Cinta.” (Ahmad Bahjat, 2002)

Dari beberapa pendapat diatas kita menemukan konsep cinta yang sangat abstrak. Karena memang begitu sifat cinta. “love like a wind, we cannot see it, but we can feel it.” Tetapi penulis mencoba membagi arah pandang pembaca menjadi dua susut pandang. Pertama, cinta manusia kepada mahluk. Dan kedua, cinta manusia terhadap Yang Maha Esa, tak lain adalah cinta yang hakiki. Di paragraf-paragraf berikutnya hanya berlaku sudut pandang pertama. Karena membumi setidaknya lebih mudah daripada melangit. Kerena keabstrakkan metode pencariannya.

Cinta adalah sayap yang sanggup menerbangkan manusia yang membawa beban berat keangkasa raya,

Dan dari kedalaman mengangkatnya keketinggian,

Dari bumi ke bintang Tsurayya

Dan bila cinta ini berjalan diatas gunung yang tegar,

Maka gunungpun bergoyang-goyang dan berlenggang dengan riang.

(Jalaludin Rumi)

Tanpa maksud apa-apa mari kita pelajari salah satu kisah Cinta yang ada di sekitar kita

D adalah mahasiswa semester 7 jurusan ilmu komunikasi Universitas Hasanuddin, Aktivis, Organisatoris, Penulis, dan punya hobbi membaca. ia biasa berada di pelataran berdiskusi dengan beberapa teman. (Stimulus kepada W)

Sedangkan W adalah mahasiswi baru di jurusan dan universitas yang sama, seorang mantan siswi salah satu SMU negri di kota ini, periang, senang olahraga, menengah keatas, dan modis. Setelah beberapa bulan kuliah. (attention proceed)W tertarik dengan D karena selama ia SMU dulu ia tak pernah menemukan(sensasi) manusia yang punya kepribadian seperti D dalam memorinya. Ia menganggap D adalah sosok baru dalam hidupnya yang memiliki beberapa kriteria dasar atas sifat-sifat D yang tampak (kesan), hingga ia mengambil kesimpulan (proses Pengkategorian) bahwa D adalah lelaki yang baik, sahabat yang seru, seseorang yang bisa diajaknya curhat, dll (Persepsi).

Setelah beberapa hari berjalan. Interaksi yang terjadi antara mereka lebih intens. Sehingga kedalaman hal tentang keingintahuan pun terwujudkan. Manajemen citra yang rapih oleh D telah memancing Kesimpulan Perasaan Alam Bawah Sadar W. dan W entah membuat kesimpulan antara suka atau cinta. Hal tersebutpun masih berlanjut. Kali ini Dorongan Manusiawi W ikut bermain didalamnya. Konsep-konsep dipanggil kembali dari dalam memori tentang Sahabat, cinta, pacaran, kakak, kagum dll. Hingga tiba penggabungan antara persepsi, kesimpulan perasaan dialam bawah sadar, dan dorongan-dorongan manusiawi pun terangkumkan membentuk suatu Motif Diri. Yang nantinya akan mengarahkan setiap gerak W untuk menuju kesatuan kepada D (Prilaku).

Dari contoh kasus diatas. Pola interaksi sebenarnya dapat dipelajari. Bukan tentang cintanya itu sendiri tapi menyangkut beberapa hal yang menumbuhkan rasa cinta dalam diri manusia. Kesan adalah pisau tajam untuk menembus perasaan seseorang hingga dari manusia menjadi seorang pencinta.

Mungkin agar lebih menarik kita akan sedikit membongkar fenomena Kesan yang melahirkan rasa Cinta. Dengan mengambil teori “Proses Pembentukan Kesan” Jalalludin Rakhmat. Masih memakai contoh kasus kisah D dan W.

PROSES PEMBENTUKAN KESAN (Jalaludin Rakhmat)

1. Stereotyping

Ketika W menghadapi seniornya dengan beraneka ragam perilaku, maka wanita yang memiliki rambut panjang lurus dengan poni seadanya ini akan mengkategorikan mereka pada konsep-konsep tertentu; cerdas, tampan, bodoh, cantik, cool, dll. Dengan begitu gadis bergingsul ini lebih mudah menyederhanakan persepsi yang lahir dari prilaku senior-seniornya. Termasuk D pula didalamnya.

Menurut Jalaludin Rahmat, dalam psikologi kognitif pengalaman-pengalaman baru akan dimasukkan kedalam laci kategori yang ada dalam memorinya, berdasarkan kesamaan dengan pengalaman indra masa lalu. Sehingga dengan cepat W dapat meramalkan dan menyimpulkan stimulus yang baru baginya. Contoh kasus;

Ialah D, lelaki yang dilihat W dengan kesendiriannya di pelataran sore itu, konsentrasi pada buku yang tebalnya lebih dari 500 halaman, dan sesekali mengeluarkan secarik kertas dan menulis puisi. Maka, kesan pertama terbentuk. Kesimpulan sementara W terhadap D ialah D seorang penyendiri, tinggi pemaknaannya terhadap kehidupan, dan pabila W pernah menonton Ada Apa Dengan Cinta, maka, W menyimpulkan D adalah seorang Rangga. Setidaknya SEJENIS RANGGA.

Stereotyping menjelaskan 2 hal. Pertama, pembentukan “kesan pertama” W terhadap D. kesan itulah yang akan menentukan pengkategorian dalam otak W. Kedua, stimuli yang W senangi telah mendapat kategori tertentu yang positif. Dan ia akan memasukkan kategori tersebut pada memori kategori yang positif pula. Tempat semua sifat-sifat yang positif. Setelah itu barulah W menyimpulkan D seorang penyendiri, cerdas, penyair, penulis, dan pembaca kehidupan. RANGGA BANGET!!!

2. Implisit Personality Theory

Setiap manusia mempunyai konsep sendiri tentang sifat-sifat apa berkaitan dengan sifat-sifat apa?. Pacaran, meliputi konsep-konsep perhatian, mesra, toleransi, memiliki dll. Begitu pula terhadap kisah W dan D.

Suatu hari D membawakan sebuah materi kepada mahasiswa baru tentang pandangan dunia. Ada pula W ikut serta. Dengan nada rendah tapi terarah D terus melangit dengan kata-kata yang belum akrab ditelinga mahasiswa baru, sehingga beberapa terpesona, W pula didalamnya. Setelah itu, D pamit sebentar untuk sembahyang, maka bertambahlah poin D dimata W. Sifat sembahyang lazimnya diikuti oleh sifat-sifat jujur, saleh, bermoral tinggi, dll. Padahal kesimpulan tersebut belum tentu benar.

Implisit Personality theory adalah sebuah konsepsi yang tak butuh diungkapkan. Karena dalam prosesnya ia berlangsung secara alamiah, berdasarkan pengalamannya selama ada dalam kehidupan.

3. Atribusi

Atribusi adalah proses menyimpulakan motif, maksud dan karakteristik orang lain dengan melihat pada perilaku yang tampak. (Baron & Byrne, 1979:56)

Selanjutnya kita akan bertanya “Ada apa dibalik itu semua?”

D dan W memang jarang berinteraksi secara langsung. Pernah suatu ketika, ditengah keramaian, penulis mencoba mengamati perilaku mereka berdua. Sesekali D melirik W, dan begitu pula sebaliknya. Hal tersebut terjadi berkali-kali hingga akhirnya mereka bertemu pandang. Apa yang terjadi? D menatap W tajam, sementara W spontan tertunduk, tersenyum simpul, dan tersipu malu dibalik wajahnya yang mulai memerah.

Terbesit pertanyaan dalam hati W. Ada apa dengan kakak D?

Oooooo!!

Pemaparan tentang teori “Proses Pembentukan Kesan” Jalalludin Rakhmat diatas setidaknya membuktikan bahwa Kesan pertama itu sangat berpengaruh terhadap pembentukan rasa cinta. Seperti yang dikatakan Abu Al Ghiffari, bahwa cinta itu terjadi karena adanya pesona fisik, pesona kepribadian, unsur material, dan adanya perasaan ingin memiliki dan keserasian (kesamaan-kesamaan).

Tiba pada saatnya menyimpulkan penulis meminjam pengertian DR. Muhammad Qarni, seorang Pakar Psikologi. Ia mengatakan bahwa Cinta adalah himpunan nilai-nilai kemanusiaan yang menjelma dalam makna hakiki kata ‘manusia’. Manusia yang tidak mampu mencintai akan kehilangan makna sebagai manusia, karena hilangnya cinta adalah kehancuran bagi manusia.

Ada lagi fenomena lain yang tak boleh terlupakan pabila kita berbicara tentang cinta. “Flirt” atau biasa kita istilahkan Menyet (menyatakan Cinta). Konsep ini sangat menarik. Ia melahirkan beberapa cerita-cerita lucu, tragis, bahkan romantis di seputar kita.

Para pakar psikologi mengakui bahwa ada prilaku tertentu yang merupakan bawaan manusia, Ia tak butuh belajar. Itulah yang biasa dikatakan Instink. Flirt atau mengatakan cinta salah satunya. Berbagai macam cara manusia menyatakan perasaan cintanya terhadap sang kekasih. Ada yang lewat gitar, ada pula dengan membuat drama penjahat dan jagoan, ada yang lewat teman sementara ia duduk termenung di WC. Dan masih banyak lagi. Coba perhatikan saja sekeliling anda atau tonton acara “Katakan cinta”.

Penutup mungkin. Intinya cinta itu adalah anugrah besar Tuhan kepada mahluknya dalam bentuk perasaan. Tetapi tak seperti jenis perasaan yang lain, cinta itu sangat tak biasa sifatnya. Kadang ia sangat relational penuh kompromi, kadang pula ia sangat tak rasional, Semena-mena berkeliaran dalam kehidupan manusia karena kebebasannya tak berhingga.

Cinta membuat kita bahagia,

Cinta membuat kita tertawa,

Cinta pula yang membuat hidup kita penuh nada

Dan keindahan tertinggi ialah karena kita seorang pencinta,

Tapi, untuk apa ada cinta kalau hanya berurai air mata.

Vitta Octa, Kamar Laba-laba

Penulis seorang mahasiswa

jurusan Ilmu Komunikasi

Yang punya cita-cita mencintai semesta.